Senin, 29 November 2010

PERKEMBANGAN KECERDASAN EMOSI ANAK USIA PRASEKOLAH

BAB I
PENDAHULUAN

Kecerdasan emosi kini menjadi perhatian dan prioritas. Kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasaan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Selain itu, kecerdasan emosi juga sangat penting dalam hubungan pola asuh anak dengan orang tua.

Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter atau mempunyai kecerdasan emosi tinggi akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.

Hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis, yang diterbitkan dalam sebuah sebuah buletin, Character Educator, oleh Character Education Partnership, dijelaskan tentang keberhasilan kecerdasan emosi terhadap keberhasilan akademik. Dalam penelitian tersebut, dijelaskan tentang peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukan penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik.

BAB II
PEMBAHASAN

PENGERTIAN KECERDASAN EMOSI

Goleman (1995) menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasaan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.

Sementara Cooper & Sawaf (dalam Mutadin, 2002) menyatakan bahwa kecerdasan emosional untuk kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energy emosi dalam kehidupan sehari-hari.

Howes & Herald (dalam Mutadin, 2002) menyatakan pada intinya, kecerdasan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. Lebih lanjut dikatakannya bahwa emosi manusia berada diwilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasan emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih untuk tentang diri sendiri dan orang lain.

KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN EMOSI

Perkembangan Emosi umur 0 - 1 tahun


• Menunjukkan kenyamanan , minat dan kesenangan
• Menanggapi orang lain selain pada orang tuanya
• Mempunyai pola tidur yang teratur
• Mulai berinisiatif untuk berintraksi dengan orang dewasa
• Menunjukkan emosi yang beragam sepanjang harinya, biasanya berkaitan dengan stimulasi dari lingkungan


Perkembangan Emosi Umur 1-2 Tahun

• Menggunakan berbagai emosinya sendiri untuk mendatangkan reaksi emosi tertentu dari orang dewasa
• Mulai menunjukkan usaha berkomunikasi untuk memelihara rasa amannya
• Tersenyum terhadap bayangannya sendiri di cermin
• Menggunakan kata-kata atau bahasa tubuh yang kompleks untuk mengungkapkan keinginan untuk berdekatan psikologis
• Mulai suka bermain pura-pura sendian
• Mulai secara terbuka menunjukkan gaya emosional
• Mengungkapkan emosi melalui mimik wajah


Perkembangan Emosi Anak Umur 2-3 Tahun

• Secara suka rela mau untuk tidur siang atau istirahat
• Mulai menunjukkan kemampuan untuk mengendalikan diri
• Mulai menggunakan kata-kata atau gerakan yang kompleks untuk mengungkapkan perasaan atau keinginan
• Mengungkapkan emosi melalui bermain pura-pura
• Berintraksi dengan orang dewasa secara hangat dan positif tetapi tidak terlalu tergantung
• Karakteristik Perkembangan Emosi Anak Umur 3-4 Tahun
• Mampu mengungkapkan perasaan atau emosinya secara verbal
• Mampu memulihkan amarah atau mengamuk manjadi kooperetif dan tertata
• Cenderung mengungkapkan ketidak sukaan secara verbal dari pada dengan tindakan agresif
• Tidak takut berpisah dengan orang tuanya
• Mengenali berbagai perasaan atau emosi orang lain
• Pada sebagian besar waktunya mampu menunjukkan temperamen yang stabil dan patut

ASPEK DALAM KECERDASAN EMOSI

Usia 0 sampai dengan 5 tahun dikenal sebagai "The Golden Years", karena pada masa-masa ini seorang anak membentuk karakter, sifat serta kecerdasan baik intelegensia maupun kecerdasan emosional, yang mendasari sifat-sifat, pola pikir dan sudut pandangnya di usia-usia selanjutnya. Pada masa ini, orang tua mempunyai peran penting dalam memperkenalkan konsep kecerdasan, terutama kecerdasan emosi pada anak usia dini. Anak yang tidak diberi ruang untuk berkembang secara emosi dapat tumbuh menjadi pribadi yang sulit. Hal tersebut dapat terbawa terus hingga memasuki masa dewasanya. Pertumbuhan dan perkembangan jiwa dan fisik yang harmonis menjadi cikal bakal pribadi anak yang sehat yang sangat dibutuhkan saat mereka tumbuh dewasa nanti.

Ada 4 aspek dalam kecerdasan emosi yaitu :
1. kesadaran diri,
2. kemampuan untuk mengelola diri,
3. kesadaran sosial dan
4. kemampuan untuk mengelola interaksi dengan lingkungan sosial.


Peran Orang Tua dalam Perkembangan Kecerdasan Emosi Anak

Peran orang tua sebagai figur panutan menjadi sangat penting dalam memperkenalkan konsep kecerdasan emosi pada anak sejak dini. Menyampaikan hal-hal yang sifatnya abstrak pada anak usia dibawah 5 tahun tidak mudah, namun bukan berarti mustahil. Orang tua mempunyai peran penting dalam menyampaikan hal-hal abstrak tersebut sedini mungkin. Usahakan menggunakan bahasa yang mudah dicerna anak sehingga makna dari pesan uang ingin disampaikan dapat dicerna secara efektif. Selain itu, peran orang tua adalah sebagai “role model” atau panutan.

Salah satu hal yang paling efektif dalam peran orang tua dalam perkembangan emosi anak adalah cara mengekspresikan perasaan kepada anak. Belajar mengungkapkan perasaan dengan baik pada saat bahagia, sedih atau marah memberi contoh pada anak sehingga ia mudah mengungkapkan perasaannya kelak. Kecerdasan emosi memungkinkan individu sebagai pribadi yang sehat, karena mempunyai kemampuan lebih untuk mengekspresikan apa yang dipikirkan dan kemampuan untuk mengungkapkan perasaan secara tulus. Cerdas secara emosi menjadi syarat utama untuk keberhasilan seseorang dalam lingkup pergaulan sosial.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :
1 Orang tua merupakan faktor utama dalam pengembangan kecerdasan emosi anak, karena tidak dapat dipungkiri keluarga mereka kesempatan pertama bagi anak untuk mengenal dunianya..
2 Upaya dan peran orang tua dalam pengembangan kecerdasan emosi anak adalah : mengembangkan empati dan kepedulian anak, mengajarkan kejujuran dan integritas anak, menanamkan sikap kerja sama, melatih keberanian, mendidik anak dengan menggunakan kasih sayang, memanfaatkan rasa malu dan rasa bersalah.


Daftar Pustaka:
https://keluargasehat.wordpress.com/2008/04/02/kecerdasan-emosi-anak/
http://bayibalita.com/2010/07/peran-orang-tua-dalam-perkembangan-kecerdasan-emosi-anak/
http://www.mediasehat.com/konten1no104
Gottman,John; Joan, Declaire, 2003, Kiat-Kiat Membesarkan Anak Yang Memiliki Kecerdasan Emosional, Jakarta : PT. Gramedia
http://zainalrsktb.blogspot.com/

Minggu, 28 November 2010

PEREKEMBANGAN SOSIAL ANAK USIA PRASEKOLAH

BAB I
PENDAHULUAN


Latar Belakang Masalah


Perkembangan yang terjadi pada anak meliputi segala aspek kehidupan yang mereka jalani baik bersifat fisik maupun non fisik. Perkembanmgan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Kesepakatan para ahli menyatakan bahwa yang dimaksud dengan perkembangan itu adalah suatu proses perubahan pada seseorang kearah yang lebih maju dan lebih dewasa, namun mereka berbeda-beda pendapat tentang bagaimana proses perubahan itu terjadi dalam bentuknya yang hakiki.


Anak pra-sekolah adalah mereka yang berusia 3-6 tahun menurut Biechler dan Snowman. Sedangkan di Indonesia, umumnya mereka mengikuti program Tempat Penitipan Anak (3 bulan-5 tahun) dan Kelompok Bermain (usia 3 tahun), sedangkan pada usia 4-6 tahun biasanya mengikuti program taman kanak-kanak. Dari teori Piaget, ia membicarakan perkembangan kognitif, maka perkembangan kognitif anak masa pra sekolah berada pada tahap pra-operasional (2-7 tahun).


BAB II
PEMBAHASAN


A. Makna Perkembangan Sosial Anak Prasekolah


Syamsu Yusuf (2007) menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagao proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirsakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang. Sunarto dan Hartono (1999) menyatakan bahwa :
Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi
kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.
Dari kutipan diatas dapatlah dimengerti bahwa semamin bertambah usia anak maka semakin kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh interaksi dengan manusia lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki oleh manusia.


B. Bentuk – Bentuk Tingkah laku Sosial Anak Prasekolah

Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, anak mewujudkan dalam bentuk-bentuk interkasi sosial diantarannya :
1. Pembangkangan (Negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku ini mulai muncul pada usia 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usia tiga tahun dan mulai menurun pada usia empat hingga enam tahun.
Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang pertanda mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap dependent menuju kearah independent.


2. Agresi (Agression)
Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi ( rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang seperti ; mencubut, menggigit, menendang dan lain sebagainya.
Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat.
3. Berselisih (Bertengkar)
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain.
4. Menggoda (Teasing)
Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
5. Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. Sikap ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu persaingan prestice dan pada usia enam tahun semangat bersaing ini akan semakin baik.
6.
Kerja sama(Cooperation)
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Sikap ini mulai nampak pada usia tiga tahun atau awal empat tahun, pada usia enam hingga tujuh tahun sikap ini semakin berkembang dengan baik.
7. Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap bossiness. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya.
8. Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya
9. Simpati (Sympaty)
Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.


C.Faktor – faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak Prasekolah
Perkembangan sosial anak dipengaruhi beberapa faktor yaitu :
1. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga, pola pergaulan, etika berinteraksi dengan orang lain banyak ditentukan oleh keluarga.
2. Kematangan
Untuk dapat bersosilisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik dan psikis sehingga mampu mempertimbangkan
proses sosial, memberi dan menerima nasehat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional, disamping itu kematangan dalam berbahasa juga sangat menentukan.
3. Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga dalam masyarakat. Perilaku anak akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya.
4. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, anak memberikan warna kehidupan sosial anak didalam masyarakat dan kehidupan mereka dimasa yang akan datang.
5. Kapasitas Mental : Emosi dan Intelegensi
Kemampuan berfikir dapat banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi perpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan berbahasa dengan baik. Oleh karena itu jika perkembangan ketiganya seimbang maka akan sangat menentukan keberhasilan perkembangan sosial anak.
D. Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang menyembunyikannya atau merahasiakannya.
Pikiran anak sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Kemampuan abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semstinya menurut alam pikirannya.


Disamping itu pengaruh egoisentris sering terlihat, diantaranya berupa :
1. Cita-cita dan idealism yangbaik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa memikirkan akibat labih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2. Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain daalm penilaiannya.
Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain, maka sikap ego semakin berkurang dan diakhir masa remaja sudah sangat kecil rasa egonya sehingga mereka dapat bergaul dengan baik.


BAB III
KESIMPULAN


Perkembangan sosial anak prasekolah merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak pra sekolah diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.Perkembangan sosial individu dimulai sejak anak usia 18 bulan.
Faktor lingkungan keluarga merupakan faktor yang paling mempengaruhi perkembangan sosial anak, semakin bagus tata cara keluarga, maka perkembangan sosial anak juga semakin bagus. Perkembangan sosial juga sangat mempengaruhi kepribadian anak, anak yang mempunyai daya intelegensi yang tinggi, perkembangan sosial yang baik pada umumnya memiliki kepribadian yang baik.


DAFTAR KEPUSTAKAAN
Cahyani Ani. Mubin, Psikologi perkembangan; cet I (Quantum Teaching, Ciputat Press Group, 2006).
LN Yusuf Syamsu; Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung : Remaja Rosdakarya.
http://khairuddinhsb.blogspot.com/
http://scribd.com/doc/23647957/

http://anakciremai.wordpress.com/

http://ahandoko.blogspot.com/

Minggu, 14 November 2010

Resiko berbisnis

Bisnis - Seiring dengan perkembangan usaha yang biasanya diikuti dengan perubahan gaya manajemen, maka pada saat yang sama para wirausahawan dihadapkan pada berbagai risiko.

Bagi sebagian wirausahawan yang memiliki keberanian dan kematangan berpikir risiko-risiko tersebut mungkin sudah diantisipasi dan dapat dilalui dengan baik.

Namun bagi sebagian wirausahawan yang lain, risiko yang harus dihadapi dalam pengembangan usahanya bisa jadi dirasakan terlalu berat dan penuh ketidakpastian sehingga mereka lebih memilih untuk mem-pertahankan status quo.


Risiko Riil & Psikologis

Pada dasarnya ada dua risiko yang dihadapi oleh para wirausahawan ketika diberikan kesempatan untuk mengembangkan usahanya. Kedua risiko tersebut adalah:

Risiko Riil
Risiko Riil adalah risiko yang terlihat, bisa dihitung, bisa diantisipasi dan bisa dihindari. Termasuk dalam risiko ini adalah:

1. Kehilangan modal baik yang sudah ditanam dan akan ditanamkan ke dalam perusahaan

2. Kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan, di masa sekarang ataupun masa depan

3. Kehilangan mata pencaharian untuk menutupi kebutuhan sehari-hari

4. Kehilangan kendali atas kekuasaan yang selama ini dimilikinya (decision-making) karena ada pengalihan gaya bisnis keluarga menjadi gaya bisnis profesional.


Risiko Psikologis

Risiko Psikologis adalah risiko yang tidak terlihat, tidak bisa dihitung, bisa diantisipasi, tetapi belum tentu bisa dihindarkan. Termasuk dalam risiko ini adalah:

1. Kehilangan reputasi (hilang muka, nama besar, citra, dsb) dan risiko menanggung malu

2. Kehilangan kepercayaan – pada diri sendiri dan pada orang lain (Menjadi paranoid atau blind-dependency)

3. Kehilangan perasaan “potent” atau mampu yang akan menyebabkan hilangnya rasa percaya diri

4. Kehilangan jatidiri (terutama bagi mereka yang sudah menganggap keberadaan perusahaan sebagai keberadaan dirinya sendiri)

5. Kehilangan motivasi untuk berjuang


Alasan

Dari keempat risiko riil yang dihadapi oleh seorang wirausahawan seperti yang disebutkan di atas, risiko yang seringkali terlewatkan dan tidak dipertimbangkan secara mendalam adalah risiko terakhir, yaitu kehilangan kendali atau kekuasaan karena perubahan gaya bisnis keluarga ke gaya bisnis profesional.

Banyak wirausahawan yang menganggap hal ini bukan sebuah risiko yang harus dipertimbangkan dan tetap memaksakan untuk mempertahankan gaya bisnis lama ke dalam perusahaannya.

Kenyataannya, gaya ini seringkali tidak bertahan lama dan mungkin akan membawa kerugian lain (kehilangan kesempatan). Di lain pihak penerapan gaya bisnis tersebut justru membuat para profesional tidak dapat memberikan kemampuan terbaik yang mereka miliki.

Dampak utama dari pengabaian resiko tersebut adalah perusahaan yang lamban berkembang dan sumberdaya yang ada menjadi tidak efisien. Revenue perusahaan tetap tetapi cost menjadi lebih tinggi karena adanya investasi baru dan menyebabkan menurunnya keuntungan.

Selain itu, para pekerja menjadi bingung karena banyak keputusan yang ambivalen dan tidak jelas arahnya sesuai dengan kebingungan dan ketidak-jelasan sikap wirausahawan.

Ibaratnya, perusahaan menjadi sebuah mobil mewah dengan kapasitas 4000 cc dengan harga beli miliaran tetapi hanya bisa digunakan beberapa kali saja saat liburan karena beban biaya untuk digunakan di Jakarta ketika jam bubaran kantor di tengah hujan rintik sangat tinggi.

Akibatnya, si pemilik akan mengencangkan ikat pinggang dan berusaha menekan pengeluaran lain, biasanya pengeluaran variabel, seperti gaji, fasilitas, dan logistik demi mempertahankan cash-flownya.

Keuntungan akan menjadi kerugian dan pemilik akan merasa kelelahan sendiri karena bekerja lebih keras hanya untuk menutupi biaya yang bertambah besar itu.

Mengapa begitu sulit bagi seorang wirausahawan menyerahkan kendali perusahaan kepada para profesionalnya? Jawabnya adalah karena banyak diantara mereka merasa frustrasi dengan para profesional yang seringkali bersikap arogan dan tidak nyambung dengan kebutuhan, visi dan misi si wirausahawan.

Frustrasi para pemilik ini lalu dilontarkan sebagai keluhan bahwa mencari manajer atau orang yang tepat sangat sulit, apalagi mencari orang yang memiliki profesionalisme yang tinggi.

Coba kita dengar keluhan umum para pengusaha yang antara lain:

“Kita bukannya tidak mau memberikan wewenang dan tanggungjawab kepada para profesional tetapi tolonglah carikan orang yang tepat. Kita sering kecewa dengan para manager kita”

“Ah, sulit untuk berbisnis besar di Indonesia karena kualitas sumberdaya manusianya begitu rendah sehingga tidak mungkin produktivitas itu tinggi”

“Yang paling bikin susah punya bisnis di Indonesia adalah urusan ketenaga-kerjaan; susah sekali mengatur orang, sudah malas, bodoh, tidak mau mengerti, bisanya hanya menuntut, dan harus diatur dengan keras karena seringkali diberi hati malah minta ampela”

Keluhan di atas sangat umum dan mungkin sudah sangat sering kita dengar, tetapi apakah kenyataannya benar demikian???


Langkah Pencegahan

Keluhan-keluhan seperti yang disebutkan di atas seharusnya tidak perlu terjadi jika para wirausahawan sudah mempersiapkan infrastruktur sumber daya manusia sejak keputusan pengembangan perusahaan dibuat.

Seperti halnya dalam perencanaan keuangan, sumberdaya ini harus dibuat secara rinci dan jelas mengikuti rencana pengembangan perusahaan.

Hal-hal yang harus dipikirkan adalah arah pengembangan perusahaan, ruang lingkup & fungsi SDM yang dibutuhkan (manager lini atau eksekutif puncak), kualitas yang sesuai dengan visi dan keadaan perusahaan, wewenang & tanggung jawab yang dia akan miliki, jenis kepribadian yang sesuai dengan perusahaan dan wirausahawan, dsb.

Dalam kenyataannya, perencanaan SDM ini jarang dilakukan oleh para wirausahawan bahkan seringkali dilupakan. Hal yang lebih sering terjadi adalah SDM baru dicari dan direkut ketika kebutuhan untuk itu sudah sangat mendesak, sehingga proses pencarian profesional seringkali tidak efektif, karena dilakukan tergesa-gesa dan tanpa perencanaan yang matang.

Penempatan para profesional di dalam perusahaan menjadi proses “tambal sulam” akibatnya, pembajakan terhadap tenaga profesional sering terjadi, padahal belum tentu profesional hasil bajakan tersebut tepat dengan kebutuhan perusahaan, mengingat kondisi dan iklim kerja yang berbeda.

Akhirnya tidak jarang si wirausahawan menjadi kecewa apalagi ditambah dengan biaya rekrutmen yang biasanya cukup tinggi. Idealnya proses rekrutmen dan seleksi tentu harus melalui beberapa tahapan, termasuk perencanaan dan standard kualitas SDM yang rinci, agar perusahaan bisa mendapatkan para profesional yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan perusahaan tersebut.


Source : http://arsip.info/07_03_25_115909.html
Bisnis - Seiring dengan perkembangan usaha yang biasanya diikuti dengan perubahan gaya manajemen, maka pada saat yang sama para wirausahawan dihadapkan pada berbagai risiko.

Bagi sebagian wirausahawan yang memiliki keberanian dan kematangan berpikir risiko-risiko tersebut mungkin sudah diantisipasi dan dapat dilalui dengan baik.

Namun bagi sebagian wirausahawan yang lain, risiko yang harus dihadapi dalam pengembangan usahanya bisa jadi dirasakan terlalu berat dan penuh ketidakpastian sehingga mereka lebih memilih untuk mem-pertahankan status quo.


Risiko Riil & Psikologis

Pada dasarnya ada dua risiko yang dihadapi oleh para wirausahawan ketika diberikan kesempatan untuk mengembangkan usahanya. Kedua risiko tersebut adalah:

Risiko Riil
Risiko Riil adalah risiko yang terlihat, bisa dihitung, bisa diantisipasi dan bisa dihindari. Termasuk dalam risiko ini adalah:

1. Kehilangan modal baik yang sudah ditanam dan akan ditanamkan ke dalam perusahaan

2. Kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan, di masa sekarang ataupun masa depan

3. Kehilangan mata pencaharian untuk menutupi kebutuhan sehari-hari

4. Kehilangan kendali atas kekuasaan yang selama ini dimilikinya (decision-making) karena ada pengalihan gaya bisnis keluarga menjadi gaya bisnis profesional.


Risiko Psikologis

Risiko Psikologis adalah risiko yang tidak terlihat, tidak bisa dihitung, bisa diantisipasi, tetapi belum tentu bisa dihindarkan. Termasuk dalam risiko ini adalah:

1. Kehilangan reputasi (hilang muka, nama besar, citra, dsb) dan risiko menanggung malu

2. Kehilangan kepercayaan – pada diri sendiri dan pada orang lain (Menjadi paranoid atau blind-dependency)

3. Kehilangan perasaan “potent” atau mampu yang akan menyebabkan hilangnya rasa percaya diri

4. Kehilangan jatidiri (terutama bagi mereka yang sudah menganggap keberadaan perusahaan sebagai keberadaan dirinya sendiri)

5. Kehilangan motivasi untuk berjuang


Alasan

Dari keempat risiko riil yang dihadapi oleh seorang wirausahawan seperti yang disebutkan di atas, risiko yang seringkali terlewatkan dan tidak dipertimbangkan secara mendalam adalah risiko terakhir, yaitu kehilangan kendali atau kekuasaan karena perubahan gaya bisnis keluarga ke gaya bisnis profesional.

Banyak wirausahawan yang menganggap hal ini bukan sebuah risiko yang harus dipertimbangkan dan tetap memaksakan untuk mempertahankan gaya bisnis lama ke dalam perusahaannya.

Kenyataannya, gaya ini seringkali tidak bertahan lama dan mungkin akan membawa kerugian lain (kehilangan kesempatan). Di lain pihak penerapan gaya bisnis tersebut justru membuat para profesional tidak dapat memberikan kemampuan terbaik yang mereka miliki.

Dampak utama dari pengabaian resiko tersebut adalah perusahaan yang lamban berkembang dan sumberdaya yang ada menjadi tidak efisien. Revenue perusahaan tetap tetapi cost menjadi lebih tinggi karena adanya investasi baru dan menyebabkan menurunnya keuntungan.

Selain itu, para pekerja menjadi bingung karena banyak keputusan yang ambivalen dan tidak jelas arahnya sesuai dengan kebingungan dan ketidak-jelasan sikap wirausahawan.

Ibaratnya, perusahaan menjadi sebuah mobil mewah dengan kapasitas 4000 cc dengan harga beli miliaran tetapi hanya bisa digunakan beberapa kali saja saat liburan karena beban biaya untuk digunakan di Jakarta ketika jam bubaran kantor di tengah hujan rintik sangat tinggi.

Akibatnya, si pemilik akan mengencangkan ikat pinggang dan berusaha menekan pengeluaran lain, biasanya pengeluaran variabel, seperti gaji, fasilitas, dan logistik demi mempertahankan cash-flownya.

Keuntungan akan menjadi kerugian dan pemilik akan merasa kelelahan sendiri karena bekerja lebih keras hanya untuk menutupi biaya yang bertambah besar itu.

Mengapa begitu sulit bagi seorang wirausahawan menyerahkan kendali perusahaan kepada para profesionalnya? Jawabnya adalah karena banyak diantara mereka merasa frustrasi dengan para profesional yang seringkali bersikap arogan dan tidak nyambung dengan kebutuhan, visi dan misi si wirausahawan.

Frustrasi para pemilik ini lalu dilontarkan sebagai keluhan bahwa mencari manajer atau orang yang tepat sangat sulit, apalagi mencari orang yang memiliki profesionalisme yang tinggi.

Coba kita dengar keluhan umum para pengusaha yang antara lain:

“Kita bukannya tidak mau memberikan wewenang dan tanggungjawab kepada para profesional tetapi tolonglah carikan orang yang tepat. Kita sering kecewa dengan para manager kita”

“Ah, sulit untuk berbisnis besar di Indonesia karena kualitas sumberdaya manusianya begitu rendah sehingga tidak mungkin produktivitas itu tinggi”

“Yang paling bikin susah punya bisnis di Indonesia adalah urusan ketenaga-kerjaan; susah sekali mengatur orang, sudah malas, bodoh, tidak mau mengerti, bisanya hanya menuntut, dan harus diatur dengan keras karena seringkali diberi hati malah minta ampela”

Keluhan di atas sangat umum dan mungkin sudah sangat sering kita dengar, tetapi apakah kenyataannya benar demikian???


Langkah Pencegahan

Keluhan-keluhan seperti yang disebutkan di atas seharusnya tidak perlu terjadi jika para wirausahawan sudah mempersiapkan infrastruktur sumber daya manusia sejak keputusan pengembangan perusahaan dibuat.

Seperti halnya dalam perencanaan keuangan, sumberdaya ini harus dibuat secara rinci dan jelas mengikuti rencana pengembangan perusahaan.

Hal-hal yang harus dipikirkan adalah arah pengembangan perusahaan, ruang lingkup & fungsi SDM yang dibutuhkan (manager lini atau eksekutif puncak), kualitas yang sesuai dengan visi dan keadaan perusahaan, wewenang & tanggung jawab yang dia akan miliki, jenis kepribadian yang sesuai dengan perusahaan dan wirausahawan, dsb.

Dalam kenyataannya, perencanaan SDM ini jarang dilakukan oleh para wirausahawan bahkan seringkali dilupakan. Hal yang lebih sering terjadi adalah SDM baru dicari dan direkut ketika kebutuhan untuk itu sudah sangat mendesak, sehingga proses pencarian profesional seringkali tidak efektif, karena dilakukan tergesa-gesa dan tanpa perencanaan yang matang.

Penempatan para profesional di dalam perusahaan menjadi proses “tambal sulam” akibatnya, pembajakan terhadap tenaga profesional sering terjadi, padahal belum tentu profesional hasil bajakan tersebut tepat dengan kebutuhan perusahaan, mengingat kondisi dan iklim kerja yang berbeda.

Akhirnya tidak jarang si wirausahawan menjadi kecewa apalagi ditambah dengan biaya rekrutmen yang biasanya cukup tinggi. Idealnya proses rekrutmen dan seleksi tentu harus melalui beberapa tahapan, termasuk perencanaan dan standard kualitas SDM yang rinci, agar perusahaan bisa mendapatkan para profesional yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan perusahaan tersebut.


Source : http://arsip.info/07_03_25_115909.html

Cara memilih bisnis yang tepat

Anda ingin memulai bisnis ? Bingung memilihbisnis yang tepat buat Anda ?

Keinginanmemulai bisnis begitu menggelora di dada. Peluang usaha di depan mata begitubanyaknya. Apalagi kalau kita langganan majalah bisnis, tabloid bisnis, ataukoran bisnis yang banyak menawarkan peluang usaha. Kita dibuat bingung, maumemilih bisnis yang mana. Kebingungan memilih bisnis / usaha menjadikan kitamalah tidak segera memulai usaha yang kita idamkan

Bagaimanacara memilih usaha atau bisnis yang cocok dengan tujuan hidup ?Sehingga saat Anda dihadapkan pada sekian banyak peluang, Anda bisa memilihbisnis yang cocok dengan tujuan hidup Anda. Anda tidak akan lagi bingung,apalagi tidak jadi memulai.

Berikut penjelasannya:

Bila Andaberlangganan Majalah, Tabloid, Koran, maupun Newsletter di internet. Anda pastiakan bingung memilih bisnis yang tepat bagi Anda. Mengapa ? Karena di dalammedia tersebut memberikan banyak penjelasan tentang kelebihan/keuntungan bisnisyang membuat Anda tertarik untuk memulai bisnis tersebut. Hal ini akan membuatAnda bingung dengan kelebihan/keuntungan yang kelihatannya menarik danmenjanjikan. Apalagi jika Anda melihat tawaran bisnis franchise atau real estate dengan keuntungan yang sangat menarik.

Nah di sini sayaakan memberikan tips bagaimana menghadapi tawaran-tawaran yang begitu sangat menarik perhatian kita. Hal yang perlu Anda lakukan ialah :

1.Tetapkan tujuan finansial Anda terlebih dahulu

Dalammencapai kesuksesan di bidang apapun, menetapkan tujuan menjadi langkah pertamayang harus Anda lakukan. Tetapkanlah tujuan finansial Anda terlebih dahulu.Tujuan finansial adalah hasil kekayaan seperti apa yang ingin Anda capai dalamhidup Anda.

Tujuan finansialhendaknya Anda tulis, jangan hanya ada di angan-angan. Menulis tujuan finansialakan lebih memudahkan Anda mengingat setiap saat. Dan jika Anda bisa mengingatsetiap saat tujuan finansial Anda, maka semangat dan tindakan Anda akan lebihmengarah ke tujuan tadi.

Contohtujuan finansial : “saya ingin mendapatkan penghasilan pasif dalam 10 tahun kedepan sebesar Rp 1 milyar per bulan, tanpa saya harus bekerja keras”

Tujuan finansial,pasti akan menyesuaikan dengan tujuan hidup Anda. Sebagai contoh, saat Andaingin membantu 1000 fakir miskin 10 tahu mendatang, maka Anda sudah memilikibayangan berapa penghasilan yang ingin Anda capai

2.Pilih bisnis yang sesuai dengan tujuan finansial

Nah,sekarang langkah kedua. Setelah Anda menetapkan tujuan finansial, Anda bisamemilih bisnis yang sesuai dengan tujuan finansial tadi. Saat Anda saat ini mengetahui ada 10 tawaran peluang usaha, Anda bisa menetapkan mana usaha yangsesuai dengan tujuan finansial tersebut.

Kalaumengacu contoh tujuan finansial di atas, Mana diantara 10 peluang usaha tadiyang dalam waktu 10 tahun bisa menghasilkan Rp 10 milyar per bulan, tanpa kerjakeras. Pasti tidak semuanya bukan ?

Jika sebuahusaha tidak bisa membantu kita mencapai tujuan finansial, kenapa harusdilakukan ? Sifat serakah manusia kadang menjadikannya selalu menerima tawaranpeluang usaha yang datang. Sehingga kadang ia melupakan hakikat tujuan finansialyang sudah ia tetapkan. Bisnis yang tidak bisa membantu Anda mencapai tujuan finansialAnda, hanya akan menghabiskan waktu, energi dan pasti uang Anda. Karena itu,Katakan tidak pada bisnis yang tidak sesuai dengan tujuan finansial Anda

3.Pilih bisnis yang Anda Semangat melakukannya

Ketika Andatelah memilih bisnis atau usaha yang sesuai dengan tujuan finansial,pertanyaannya adalah, apakah Anda semangat menjalankan bisnis tersebut ? Bisnisyang bisa mendatangkan profit melimpah, tapi Anda tidak semangat melakukannya,biasanya bisnis tersebut tidak bisa bertahan lama. Kesuksesan hanya bertahan pada mereka yang memiliki semangat untuk menjalankannya.

Bagaimanacara membangkitkan semangat bekerja pada bisnis yang tidak kita sukai, tapibisnis tersebut menghasilkan profit besar ? Cara yang biasa sayalakukan adalah mengaitkan bisnis tersebut dengan cita-cita mulia saya. Saya meyakinkan diri saya bahwa saya harus menyukai bisnis ini dan bersemangat menjalankannya, karena profit dari bisnis ini besar dan bisa mendukung cita-cita mulia saya. Cita-cita mulia misalnya : membantu fakir miskin, anak yatim, menciptaka lapangan kerja, dll. Dengan begitu, saya menjadi bersemangat.

4.Star Action, don’t waiting (Segera lakukan, jangan menunggu)

Anda telah memiliki tujuan finansial, sudah memilih bisnis yang sesuai dengan tujuantersebut, dan Anda semangat menjalankannya. Langkah terakhir lakukan saja.Segera mulai bisnis Anda. Cara cara agarAnda mudah memulainya. Belajar dari mereka yang sudah sukses. Carireferensi-referensi dari berbagai sumber yang mempercepat kesuksesan Anda.

Source : http://alarief.com

Kamis, 04 November 2010

MOTIVASI BERPRESTASI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang


Weiner (1985) seorang ahli psikologi dari Amerika Serikat mengemukakan bahwa hal-hal yang menyebabkan kegagalan atau kesuksesan adalah : (1) usaha, (2) kemampuan. (3) orang lain, (4) emosi, (5) tingkat kesulitan tugas, dan (6) keberuntungan. Berkaitan dengan usaha dan kemampuan, Bandura (1992) mengemukakan bahwa bila seseorang memiliki rasa yang kuat tentang kemampuan dirinya (self efficacy), maka akan mendesak usaha yang lebih besar untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menantang dari pada orang yang memiliki keraguan diri akan kemampuannya. Adanya perasaan mampu (untuk berprestasi) yang dimiliki oleh seseorang, akan memberikan kontribusi yang sangat besar pada aspek percaya diri, yaitu bahwa ia akan merasa yakin dengan kemampuannya untuk dapat mencapai suatu prestasi tertentu.
Setiap manusia mempunyai tingkat kesulitan dan hambatan yang berbeda dalam mencapai apa yang diinginkan. Secara umum kesulitan dan hambatan yang dihadapi manusia terdiri dari : (1) kesulitan masyarakat, yaitu : kesulitan yang dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, misal : krisis ekonomi; (2) kesulitan di tempat tinggal / kerja / sekolah, yaitu : kesulitan yang dirasakan oleh orang-orang di kalangan terbatas, misal : kebijakan pimpinan kantor; (3) kesulitan individu, yaitu : kesulitan yang muncul sebagai akibat mengalirnya kesulitan masyarakat dan kesulitan di tempat kerja, misal : sulit mencari pekerjaan.
Motivasi berprestasi adalah daya dorong yang terdapat dalam diri seseorang sehingga orang tersebut berusaha untuk melakukan sesuatu tindakan / kegiatan dengan baik dan berhasil dengan predikat unggul (excellent); dorongan tersebut dapat berasal dari dalam dirinya atau berasal dari luar dirinya. Mc.Cleland berpendapat bahwa pada intinya setiap manusia mempunyai 3 jenis motivasi sosial, yaitu : (1) motivasi berprestasi; (2) motivasi untuk berkuasa; dan (3) motivasi untuk berafiliasi. Dua dari ke-tiga motivasi tersebut obyeknya adalah berkaitan dengan manusia lain yang ada di lingkungannya, kecuali motivasi berprestasi yang berpijak pada dirinya sendiri. Untuk dapat membangun motivasi berprestasi, maka perlu mengetahui siapa dirinya dalam hubungannya dengan orang lain dimana mereka terlibat.
Motivasi, meskipun merupakan variabel yang penting dari prestasi / keberhasilan, bukanlah satu-satunya faktor. Sebagaimana dikemukakan diatas terdapat variabel-variabel lain seperti : usaha, kemampuan, emosi, orang lain dan keberuntungan. Pokok bahasan dalam makalah ini mencakup : (1) motivasi dan pengembangan karier; (2) konsep diri; (3) kemampuan diri dan berfikir kreatif; (4) pengembangan dan analisis diri; (5) Motivasi Berprestasi kaitannya dengan Bela Negara.




BAB II
LANDASAN TEORI



A. Pengertian Motivasi Berprestasi

Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.

B. Motivasi Berprestasi

1. Konsep Diri

Salah satu kriteria kesuksesan dalam membina hubungan dengan orang lain adalah bagaimana kita mengetahui siapa diri kita (who am I ?) khususnya dalam hubungannya dengan orang lain di mana mereka terlibat di dalamnya. Secara umum konsep diri didefinisikan sebagai pandangan dan perasaan individu tentang dirinya yang mencakup : komponen kognitif dan afeksi. Komponen kognitif disebut sebagai 'citra diri' (self image) sedangkan komponen afektif disebut dengan 'harga diri' (self esteem). Contoh pernyatan berikut : "saya ini orang bodoh" adalah sebagai komponen kognitif, sedangkan komponen afektifnya adalah "saya malu sekali karena saya menjadi orang bodoh". Kedua komponen tersebut sangat berpengaruh pada pola hubungan dengan orang lain. Beberapa faktor yang mempengaruhi konsep diri, yaitu : orang lain dan kelompok rujukan.
a. Orang lain
Dalam hubungannya dengan orang lain, jika kita diterima, dihormati dan disenangi orang karena keadaan diri kita, maka kita akan cenderung bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya bila orang lain selalu meremehkan kita, menyalahkan kita dan menolak kita, maka kita akan cenderung tidak menyenangi diri kita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang dinilai baik oleh orang lain (orang yang terdekat) cenderung mempunyai konsep diri yang baik pula. Konsep diri bukan merupakan fakta yang dibawa sejak lahir, tetapi merupakan faktor yang dapat dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu dalam hubungannya dengan individu lain.

b. Kelompok Rujukan
Dalam pergaulan bermasyarakat, kita menjadi anggota berbagai kelompok masyarakat. Setiap kelompok akan mempunyai norma-norma tertentu yang harus dipatuhi oleh anggota kelompoknya. Ada kelompok yang secara emosional mengikat kita dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri kita. Kelompok rujukan ini merupakan kelompok yang dapat mengarahkan perilaku para anggota kelompoknya. Kalau kita menjadikan kelompok Ikatan Dokter Indonesi (IDI) menjadi kelompok rujukan kita, maka norma-norma dalam IDI menjadi ukuran dan acuan perilaku kita.
Konsep diri berarti ramalan yang dipersiapkan untuk diri sendiri atau dapat menggambarkan secara obyektif diri individu sebagaimana diramalkan; karena ketika seseorang membentuk konsep dirinya, maka berarti ia mendefinisikan dirinya dan membuat janji bahwa ia akan melanjutkan menjadi dirinya seperti sekarang atau seperti yang lalu. Hal tersebut menunjukkan bahwa penghargaan terhadap dirinya dapat menentukan bagaimana seseorang bertindak dalam hidupnya. Bila seseorang berfikir bahwa ia mungkin gagal, maka sebenamya ia mempersiapkan dirinya untuk gagal, sebaliknya bila berfikir akan berhasil dan sukses, maka berarti ia mempersiapkan diri untuk berhasil dan sukses.


2. Kemampuan Diri dan Berfikir Kreatif

Orang yang selalu produktif biasanya berkaitan dengan kemampuannya dalam berfikir dan berkreativitas. Kita cenderung menyukai orang-orang yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi dari pada kita atau lebih berhasil dalam kehidupannya. Tim sepak bola dipuja ketika timnya menang mengalahkan lawannya dan dicaci maki ketika kalah. Orang-orang yang sukses dalam bidang apapun baik profesional maupun non profesional pada umumnya mendapat simpati orang banyak. Hasil penelitian Aronson menunjukkan bahwa terdapat 4 kondisi orang berkemampuan yaitu :
1. Orang yang memiliki kemampuan tinggi dan berbuat salah;
2. Orang berkemampuan tinggi tetapi tidak berbuat salah;
3. Orang yang memiliki kemampuan rata-rata dan berbuat salah;
4. Orang yang berkemampuan rata-rata dan tidak berbuat salah

Orang yang yang memiliki kemampuan tinggi dan berbuat salah dinilai yang 'paling menarik' dan 'paling disukai', sedangkan orang yang memiliki kemampuan rata-rata dan berbuat salah dinilai paling 'tidak menarik' dan 'paling tidak disukai'. Orang sempurna tanpa kesalahan adalah orang yang disukai nomor dua dalam hal daya tarik; sedangkan orang biasa yang tidak berbuat salah menduduki nomor tiga. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa jika anda cerdas, tampan/cantik dan serba bisa usahakan supaya jangan terlalu sempurna, tunjukkan sisi kelemahan anda, karena jika anda sangat sempurna, maka anda bukanlah 'man' atau 'women' tetapi 'superman' atau 'superwomen'.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa orang yang cerdas atau pandai adalah kreatif, sementara yang lain tidak; hal ini memberikan implikasi bahwa kreativitas sebagai Suatu kemungkinan atau peluang yang terbuka untuk setiap orang yang mana merupakan ekspresi dari kepribadian yang dapat dikembangkan. Kreativitas adalah sesuatu yang dapat dipelajari, oleh karena itu setiap individu dapat belajar menjadi kreatif atau setiap orang pada dasarnya dapat menjadi individu kreatif.



BAB III
PENUTUP


Kesimpulan

Membangun sikap dan perilaku positif seperti membangun motivasi berprestasi pada setiap diri individu tentunya diperlukan kondisi awal seperti perlunya pengenalan diri, konsep diri maupun kemampuan diri yang akan memudahkan dalam upaya pencapaian berprestasi yang dihadapkan dengan beragam kondisi lingkungan yang tidak saja harus dihadapi tetapi juga harus diantisipasi.



Daftar Pustaka

Sudiharto, SKp.,M.Kes, Motivasi Berprestasi, http://webcache.googleusercontent.com/

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/06/teori-teori-motivasi/

Pohon Pelangi


Gambar di samping adalah gambar pohon pelangi yang diambil dari siaran televisi. Pohon unik ini memiliki batang layak nya pelangi. Pelangi muncul biasa nya setelah hujan turun, tapi ini pelangi muncul pada sebatang pohon. Sungguh hal yang sangat luar biasa. Ini juga sebagai bukti kekuasaan Tuhan yang maha kuasa. Tiada hal yang tidak mungkin baginya.
Pohon ini dalam bahasa Inggris disebut Rainbow Eucalyptus. Dan pohon ini tidak mudah dijumpai, tapi tumbuh subur di negara seperti Filipina, New Guinea dan New Britain. Pohon pelangi ini dapat menghasilkan kayu yang nantinya jadi bahan pembuatan kertas. Tinggi pohon pelangi ini bisa mencapai ukuran yang cukup fantastis. Kira-kira tinggi pohon ini bisa mencapai 70 meter.