Sabtu, 24 November 2012

REVIEW JURNAL (PSIKOLOGI DAN TEKNOLOGI INFORMASI)



REVIEW JURNAL 1

Kontribusi Kepribadian Introvert Terhadap Kecanduan Internet pada
Mahasiswa

Meiyanti Prihati
Anita Zulkaida, SPsi., MSi
Intaglia Harsanti, SPsi., MSi
Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma


PENDAHULUAN
            Perkembangan teknologi yang sangat pesat semakin memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini adalah teknologi informasi dimana salah satunya adalah internet. Internet digunakan sebagai media untuk memperoleh atau mengakses informasi apapun dengan mudah dan cepat. Keuntungan dari internet antara lain dapat mengakses informasi seperti informasi kesehatan, berita terbaru bahkan mencari literatur, sebagai alat komunikasi, dan mungkin juga untuk mencari hiburan.
            Internet tidak hanya memberikan keuntungan, tetapi juga bisa memberikan kerugian bagi penggunanya apabila tidak digunakan secara bijak.  permasalahan dari penggunaan internet yang menjadi sorotan para ahli psikologi adalah mengenai kecanduan internet. Sebagai sebuah topik kajian yang relatif baru, istilah internet addiction memperoleh tanggapan yang serius dari kalangan akademik setelah istilah tersebut dimunculkan oleh Kimberly Young pada tahun 1996 (Young, 1999).
            Internet addiction disorder adalah pola penggunaan internet yang maladaptif, yang menimbulkan adanya distress secara klinis yang terwujudkan dalam tiga atau lebih kriteria internet addiction disorder, yang terjadi kapan pun selama 12 bulan yang nsama (Goldberg, 1997).
            Salah satu pengguna internet adalah mahasiswa. Mahasiswa lebih rentan untuk menjadi pecandu internet. Kesibukan dan aktivitas yang banyak dari mahasiswa biasanya membuat mahasiswa menjadi tergantung pada internet.
            Seseorang yang memiliki kepribadian introvert cenderung akan kecanduan terhadap internet. Hal ini bisa dilihat dari hasil penelitian Koch dan Pratarelli (2004) yang menggunakan sampel sebanyak 240 mahasiswa yang terdiri dari 97 laki-laki dan 143 perempuan. Penelitian tersebut membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kepribadian introvert dan ekstrovret. Kepribadian introvert cenderung lebih nyaman berkomunikasi di internet untuk bersosialisasi secara deindividuasi dimana pengguna tersebut mengaburkan identitasnya. Menurut Jung (dalam Chaplin, 2006) seseorang yang introvert cenderung menarik diri dari kontak sosial, minatnya lebih mengarah ke dalam pikiran-pikiran dan pengalaman sendiri. Pribadi introvert menunjukkan libidonya ke dalam dan tenggelam menyendiri ke dalam diri sendiri, khususnya dalam saat-saat mengalami ketegangan dan tekanan batin. Seorang introvert cenderung merasa mampu dalam upayanya mencukupi diri sendiri, sedangkan orang ekstrovert membutuhkan orang lain.

TUJUAN PENELITIAN
            Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi kepribadian introvert terhadap kecanduan internet pada mahasiswa.

LANDASAN TEORI
            Allport (dalam Hall & Lindzey, 1993) mengemukakan bahwa kepribadian adalah organisasi dinamik dalam individu atas sistem-sistem psikofisis yang menentukan penyesuaian dirinya yang khas terhadap lingkungannya. Pendekatan tipologis yang saat ini banyak digunakan adalah tipologi introvertekstrovert yang mula-mula dikembangkan oleh Jung (dalam Riyanti dan Prabowo, 1998) yang lalu dilanjutkan oleh Eyesenck (dalam Riyanti dan Prabowo, 1998). Jung mengatakan bahwa kepribadian manusia dapat dibagi menjadi dua kecenderungan ekstrim berdasarkan reaksi individu terhadap pengalamannya yaitu kepribadian ekstrovert dan introvert.
            Manusia-manusia yang bertipe introvert terutama dipengaruhi oleh dunia subyektif, yaitu dunia di dalam dirinya sendiri. Orientasinya terutama tertuju ke dalam pikiran, perasaan, serta tindakan-tindakannya terutama ditentukan oleh faktor-faktor subyektif. (Jung, dalam Sujanto dkk, 2008). Kepribadian introvert memiliki ciri-ciri antara lain pendiam, jiwanya tertutup, mengambil jarak kecuali pada teman dekat, tidak mengikuti impuls yang muncul pada situasi tertentu, mudah tersinggung, pesimistik, pasif, teliti, kurang suka pada lelucon terlebih lelucon mengenai seks, cenderung untuk tetap pada pendirian (keras kepala), rendah hati, sukar tidur, senang introspektif, berencana jauh ke depan, serius, menyukai hidup yang teratur, jarang bersikap agresif, dapat diandalkan, agak kaku, penyesuaiannya dengan dunia luar kurang baik, sukar bergaul, kurang dapat menarik hati orang lain, apati, mudah gagap, mudah melamun perbendaharaan kata-kata baik, tidak menyukai kegembiraan, dan menarik diri.
            Goldberg (1997) menyebut kecanduan internet dengan internet addiction disorder yaitu pola penggunaan internet yang maladaptif, yang menghasilkan pengerusakan atau distress secara klinis yang terwujudkan dalam tiga atau lebih kriteria internet addiction disorder, yang terjadi kapanpun selama 12 bulan yang sama. Kriteria diagnostik kecanduan internet dari Young (1996; 1999) yang terdiri dari merasa keasyikan dengan internet, perlu waktu tambahan dalam mencapai kepuasan sewaktu sewaktu menggunakan internet, tidak mampu mengontrol, mengurangi, atau menghentikan penggunaan internet, merasa gelisah, murung, depresi, atau lekas marah ketika berusaha mengurangi atau menghentikan penggunaan internet, mengakses internet lebih lama dari yang diharapkan, kehilangan orang-orang terdekat, pekerjaan, kesempatan pendidikan, atau karir gara-gara penggunaan internet, membohongi keluarga, terapis, atau orang-orang terdekat untuk menyembunyikan keterlibatan lebih jauh dengan internet, dan menggunakan internet sebagai jalan keluar mengatasi masalah atau menghilangkan perasaan seperti keadaan tidak berdaya, rasa bersalah, kegelisahan, atau depresi.
            Secara umum mahasiswa adalah suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya dalam ikatannya dengan perguruan tinggi (Sarwono, 2002). Di Indonesia, secara umum mahasiswa berusia sekitar umur 18- 21 tahun. Berdasatkan usia tersebut, mahasiswa dapat dikategorikan sebagai remaja akhir.

METODE PENELITIAN

            Data diperoleh melalui kuesioner yang di sebar dengan menggunakan metode try out terpakai pada mahasiswa Universitas Gunadarma. Pada penelitian ini didapat 73 kuesioner untuk dianalisis. Skala yang digunakan untuk mengukur skala kepribadian introvert berbentuk skala Osgood dan skala kecanduan internet berbentuk skala Likert.  Berdasarkan analisa data yang dilakukan dengan menggunakan regresi sederhana diperoleh F sebesar 12,764 dengan signifikansi sebesar 0,001 (p<0>
Hal ini berarti tidak terdapat kontribusi yang signifikan dari kepribadian introvert terhadap kecanduan internet, kontribusi yang diperoleh hanya 15,2 %. Dengan demikian hipotesis yang berbunyi kepribadian introvert memiliki kontribusi yang signifikan terhadap kecanduan internet pada mahasiswa, diterima.
 
KESIMPULAN
            Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat kontribusi yang signifikan dari kepribadian introvert terhadap kecanduan internet pada mahasiswa. Lebih lanjut dari hasil penelitian diketahui bahwa kontribusi yang diberikan kepribadian introvert terhadap kecanduan internet sebesar 15,2 %. Faktor lain yang mendukung mahasiswa kecanduan internet seperti usia, jenis kelamin, fakultas, tempat tinggal, uang saku perbulan, rata-rata pengeluaran untuk penggunaan internet dalam sebulan, frekuensi mengakses internet, dan rata-rata waktu online dalam sehari.
            Dari hasil peneltian, dapat diketahui bahwa usia yang memiliki kepribadian introvert tertinggi yaitu partisipan dengan usia 18-19 tahun, sedangkan yang memiliki kecanduan internet tertinggi yaitu partisipan dengan usia 22 tahun. Jenis kelamin yang memiliki kepribadian introvert tertinggi adalah partisipan wanita, sedangkan yang memiliki kecanduan internet tertinggi adalah partisipan pria. Untuk fakultas yang memiliki kepribadian introvert dan kecanduan internet paling tinggi adalah partisipan yang berasal dari fakultas ekonomi. Sedangkan pada kategori tempat tinggal, partisipan yang tinggal bersama orang tua memiliki kepribadian introvert paling tinggi dan yang memiliki kecanduan internet tertinggi adalah partisipan yang tinggal di tempat kost.

REFERENSI:
http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1109/1/10506263.pdf





REVIEW JURNAL 2


HUBUNGAN BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA
PENDUDUK MISKIN

Nurul Arbiyah, Fivi Nurwianti Imelda, dan Ika Dian Oriza


PENDAHULUAN
            Banyaknya jumlah penduduk miskin di Indonesia menunjukkan bahwa kemiskinan benar-benar membutuhkan perhatian yang serius dari berbagai pihak, terlebih lagi mengingat berbagai dampak negatif yang muncul akibat kemiskinan, seperti gizi buruk atau berbagai tindakan kriminal. Kondisi kemiskinan dengan berbagai dimensi dan implikasinya, merupakan salah satu bentuk masalah sosial yang menuntut pemecahan (Soetomo, 1995).
            Hal inilah yang coba dilihat dalam psikologi positif, yang berupaya untuk melihat sisi positif sosok manusia. Pemrakarsa psikologi positif, Seligman (2005), melihat bahwa ditengah ketidakberdayaannya, manusia selalu memiliki kesempatan untuk melihat hidup secara lebih positif. Manusia dipandang sebagai makhluk yang bisa bangkit dari segala ketidakberdayaan dan memaksimalkan potensi diri. Psikologi positif melihat manusia sebagai sosok yang mampu menentukan cara memandang kehidupan. Psikologi positif berpusat pada pemaknaan hidup, bagaimana manusia memaknai segala hal yang terjadi dalam dirinya, dimana pemaknaan ini bersifat sangat subyektif. Untuk itulah, pemaknaan hidup yang positif merupakan hal yang sangat penting agar manusia, dengan berbagai latar belakangnya, dengan berbagai subyektivitas yang dimilikinya, bisa meraih kebahagiaan atau disebut dengan istilah subjective well-being.
            Istilah subjective well-being didefi nisikan sebagai evaluasi kognitif dan afektif seseorang tentang hidupnya yang meliputi penilaian emosional terhadap berbagai kejadian yang dialami yang sejalan dengan penilaian kognitif terhadap kepuasan dan pemenuhan hidup. Menurut Seligman (dalam Peterson, 2004) salah satu upaya untuk meraih subjective well being adalah dengan memiliki enam keutamaan hidup, yakni wisdom and knowledge, courage, humanity, justice, temperance, dan transcendence. Dari enam keutamaan tersebut, maka muncullah 24 karakter kekuatan (characters of strength) yang bisa dimiliki oleh manusia untuk meraih keutamaan hidup, dimana salah satunya adalah bersyukur (gratitude). Beberapa penelitian membuktikan gratitude seringkali muncul sebagai karakter atau kekuatan yang dominan dan menonjol dibanding kekuatan lainnya. Survey yang dilakukan oleh Gallup (1998, dalam Emmons & McCullough, 2003) terhadap remaja dan orang dewasa Amerika menunjukkan bahwa lebih dari 90% responden mengekspresikan rasa syukur sehingga membantu mereka untuk merasa bahagia.

TUJUAN PENELITIAN
            Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar hubungan bersyukur dan subjective well being pada penduduk miskin.

LANDASAN TEORI
            Bersyukur di definisikan sebagai rasa berterima kasih dan bahagia sebagai respon penerimaan karunia, baik karunia tersebut merupakan keuntungan yang terlihat dari orang lain atau pun momen kedamaian yang ditimbulkan oleh keindahan alamiah (Peterson & Seligman, 2004). Secara singkat, orang yang bersyukur adalah seseorang yang menerima sebuah karunia dan sebuah penghargaan, dan mengenali nilai dari karunia tersebut. Orang yang bersyukur mampu mengidentifi kasikan diri mereka sebagai seorang yang sadar dan berterima kasih atas anugerah Tuhan, pemberian orang lain, dan menyediakan waktu untuk mengekspresikan rasa terima kasih mereka (Peterson & Seligman, 2004).
            Subjective well being merupakan konsep yang luas, meliputi emosi pengalaman menyenangkan, rendahnya tingkat mood negatif, dan kepuasan hidup yang tinggi (Diener, Lucas, Oishi, 2005). Seseorang dikatakan memiliki subjective well-being yang tinggi jika mereka merasa puas dengan kondisi hidup mereka, sering merasakan emosi positif dan jarang merasakan emosi negatif. Istilah subjective well-being didefinisikan sebagai evaluasi kognitif dan afektif seseorang tentang hidupnya. Evaluasi ini meliputi penilaian emosional terhadap berbagai kejadian yang dialami yang sejalan dengan penilaian kognitif terhadap kepuasan dan pemenuhan hidup (Diener, Lucas, & Oishi, 2005).

METODE PENELITIAN
            Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan pengambilan data dengan kuesioner. Kuesioner yang digunakan terdiri dari dua bagian yaitu alat ukur bersyukur dan alat ukur subjective well being. Alat ukur bersyukur disusun oleh peneliti berdasarkan kombinasi antara komponen bersyukur (Fitzgerald, 1998) dan jenis bersyukur (Peterson & Seligman, 2004) yang terdiri atas 34 item. Sementara itu, alat ukur subjective well being disusun oleh peneliti berdasarkan komponen penyusun subjective well being yang dikemukakan oleh Diener yang terdiri atas 29 item. Kedua alat ukur ini menggunakan skala tipe likert dengan 6 pilihan jawaban.

METODE ANALISIS DATA

            Untuk menentukan tingkat bersyukur dan subjective well being partisipan, digunakan norma kelompok menggunakan metode stanine. Untuk melihat hubungan antara bersyukur dan subjective well being, digunakan teknik korelasi Pearson Product Moment. Selain itu, peneliti juga menggunakan Statistik Deskriptif untuk mengetahui mean dan frekuensi. Teknik perhitungan statistik lain yang juga dilakukan oleh peneliti adalah t-test, Analysis of Variance (ANOVA) satu arah, dan Regresi Linear. Seluruh perhitungan statistik dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program komputer Statistical Package for Social Sciences (SPSS) 15.0. for Windows.

           
KESIMPULAN
            Dari penelitian ini terdapat hubungan positif antara bersyukur dengan subjective well being pada penduduk miskin, artinya semakin bersyukur seseorang, maka subjective well beingnya akan semakin tinggi, maka akan memiliki evaluasi kognitif dan afektif yang positif tentang hidupnya, begitu pula sebaliknya. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Emmons & McCullough (2003) yang menunjukkan bahwa kelompok yang diberikan treatment bersyukur memiliki skor subjective wellbeing yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya. Penelitian tersebut juga membuktikan bahwa dengan bersyukur, seseorang akan mendapatkan keuntungan secara emosi dan interpersonal.

KAITANNYA DENGAN TEKNOLOGI INFORMASI (KOMPUTER)
Kaitan jurnal ini dengan komputer adalah dalam metode analisa data, yang penelitian ini menggunakan program SPSS 15.0 for Windows untuk penghitungan secara statistik. Penghitungan dengan menggunakan komputer sangat membantu peneliti dalam memudahkan pekerjaannya dan mempercepat proses penghitungan data.

REFERENSI :




REVIEW JURNAL 3

HUBUNGAN PENGGUNAAN SITUS JEJARING SOSIAL FACEBOOK
TERHADAP PERILAKU REMAJA DI KOTA MAKASSAR
Christiany Juditha


PENDAHULUAN

            Mengakses internet saat ini sudah menjadi rutinitas kebanyakan masyarakat. Tidak hanya dengan menggunakan komputer/laptop saja tetapi kini dapat mengaksesnya melalui handphone dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh sejumlah provider telepon selular. Saat ini masyarakat tidak hanya menggunakan internet untuk berinteraksi dengan orang lain, namun juga menggunakannya sebagai sebuah sarana sosialisasi, membentuk hubungan yang lebih bertahan lama, bahkan malah dapat berkembang secara nyata di dalam kehidupan sosial. Penemuan yang disampaikan oleh manajer umum dari perusahaan penelitian Hitwise, Bill Tancer mengungkapkan bahwa semakin meluasnya audience pengguna internet, mengungkap fakta bahwa trafik pencarian untuk situs jejaring sosial atau situs pertemanan seperti Friendster, FB, MySpace, Hi5, Orkut, tagged dan sebagainya, telah mengalahkan para pencari situs porno. Ini menjadi indikator trend besar apa yang ada di masa mendatang (Tancer, 2008). Facebook (FB) merupakan salah satu situs pertemanan atau jejaring sosial yang belakangan sangat berkembang pesat dibanding situs pertemanan lainnya. FB sendiri adalah website jaringan sosial dimana para pengguna dapat bergabung dalam komunitas seperti kota, kerja, sekolah, dan daerah untuk melakukan koneksi dan berinteraksi dengan orang lain. Orang juga dapat menambahkan temanteman mereka, mengirim pesan, dan memperbarui profil pribadi agar orang lain dapat melihat tentang dirinya.
            Saat ini penggunaan FB di Indonesia sudah menjadi rutinitas seharihari, mulai dari pelajar, mahasiswa, guru, dosen, pengusaha, pengacara, politisi, artis, tokohtokoh dunia dan lainlain, dan dari berbagai kelas dan golongan karena masalah penggunaan internet sudah bukan barang yang mahal. Hal ini disebabkan hanya dengan beberapa ribu rupiah saja sudah bisa menjelajah ke dunia maya di warnetwarnet pinggir jalan sehingga penggunaan FB merupakan hal yang biasa seperti penggunaan internet pada umumnya. Sekarang ini Indonesia telah menjadi 'the Republic of the FB'.1 Ungkapan ini terinspirasi oleh perkembangan penggunaan FB oleh masyarakat Indonesia yang mencapai pertumbuhan 64,5% pada tahun 2008. Prestasi ini menjadikan Indonesia sebagai 'the fastest growing country on FB in Southeast Asia'. Bahkan, angka ini mengalahkan pertumbuhan pengguna FB di China dan India yang merupakan peringkat teratas populasi penduduk di dunia (Sahana, 2008). Demam FB menggejala di Indonesia, sebagaimana yang dilaporkan oleh Tempo Interaktif 9 Februari 2009, dimulai pada pertengahan tahun 2008. Bahkan disebutkan juga hingga pertengahan 2007, FB hampir tidak dilirik pengguna Internet.

LANDASAN TEORI

Situs jejaring social

            Situs jejaring sosial yang dalam bahasa Inggris disebut social network sites merupakan sebuah web berbasis pelayanan yang memungkinkan penggunanya untuk membuat profil, melihat daftar pengguna yang tersedia, serta mengundang atau menerima teman untuk bergabung dalam situs tersebut. Tampilan dasar situs jejaring sosial ini menampilkan halaman profil pengguna, yang di dalamnya terdiri dari identitas diri dan foto pengguna (Dirgayuza. 2008: 69).
            Kemunculan situs jejaring sosial ini diawali dari adanya inisiatif untuk menghubungkan orangorang dari seluruh belahan dunia (Watkins, 2009). Situs jejaring sosial pertama, yaitu Sixdegrees.com mulai muncul pada tahun 1997. Situs ini memiliki aplikasi untuk membuat profil, menambah teman, dan mengirim pesan. Tahun 1999 dan 2000, muncul situs sosial lunarstorm, live journal, Cyword yang berfungsi memperluas informasi secara searah. Tahun 2001, muncul Ryze.com yang berperan untuk memperbesar jejaring bisnis. Tahun 2002, muncul friendster sebagai situs anak muda pertama yang semula disediakan untuk tempat pencarian jodoh.  Dalam kelanjutannya, friendster ini lebih diminati anak muda untuk saling berkenalan dengan pengguna lain. Tahun 2003, muncul situs sosial interaktif lain menyusul kemunculan friendster, Flick R, You Tube, Myspace. Hingga akhir tahun 2005, friendster dan Myspace merupakan situs jejaring sosial yang paling diminati.
            Memasuki tahun 2006, penggunaan friendster dan Myspace mulai tergeser dengan adanya FB. FB dengan tampilan yang lebih modern memungkinkan orang untuk berkenalan dan mengakses informasi seluasluasnya. Tahun 2009, kemunculan Twitter ternyata menambah jumlah situs sosial bagi anak muda. Twitter menggunakan sistem mengikuti tidak mengikuti (followunfollow), dimana kita dapat melihat status terbaru dari orang yang kita ikuti (follow). Keberadaan situs jejaring sosial ini memudahkan kita untuk berinteraksi secara mudah dengan orangorang dari seluruh belahan dunia dengan biaya yang lebih murah dibandingkan menggunakan telepon (Aleman & Wartman, 2009:120123). Selain itu, dengan adanya situs jejaring sosial, penyebaran informasi dapat berlangsung secara cepat (Lin & Atkin, 2002: 183). Namun kemunculan situs jejaring sosial ini menyebabkan interaksi interpersonal secara tatap muka (facetoface) cenderung menurun. Orang lebih memilih untuk menggunakan situs jejaring sosial karena lebih praktis. Di lain pihak, kemunculan situs jejaring sosial ini membuat anak muda dapat mengakses internet. Dalam kadar yang berlebihan, situs jejaring sosial ini secara tidak langsung membawa dampak negatif, seperti kecanduan (addiksi) yang berlebihan dan terganggunya privasi seseorang.

Perilaku Manusia
Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau genetika. Bimo Walgito (2003) berpendapat bahwa sikap yang ada pada seseorang akan memberikan warna atau corak pada perilaku atau perbuatan orang yang bersangkutan. Sementara sikap pada umumnya mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu: komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Selanjutnya menurut Myers (1983), perilaku adalah  sikap yang diekspresikan (expressed attitudes). Perilaku dengan sikap saling berinteraksi, saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatankekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatankekuatan penahan (restrining forces). Perilaku ini dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut didalam diri seseorang. Kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang itu, yaitu 1. Jika kekuatankekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi karena adanya stimulusstimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahanperubahan perilaku. Stimulus ini berupa informasiinformasi sehubungan dengan perilaku yang bersangkutan. 2. Jika kekuatan kekuatan penahan menurun. Hal ini akan terjadi karena adanya stimulusstimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut. 3. Jika kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun. Dengan keadaan semacam ini jelas juga akan terjadi perubahan perilaku.

METODE PENGUMPULAN DATA
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan kuesioner kepada responden dan wawancara mendalam kepada informan berkompeten. Teknik analisis data yang digunakan secara deskriptif kuantitatif. Data diolah dengan program SPSS 17. Dan setelah diolah, dikategorisasikan dan kemudian disimpulkan.

ANALISIS DATA
            Dari hasil penelitian ini, responden yang terbanyak adalah remaja SMP sebanyak 52, 45%, kemudian remaja SMU sebanyak 26, 47% dan remaja yang telah kuliah sebanyak 21,08%. Adapun responden yang paling banyak adalah remaja yang duduk dikelas 9 atau kelas 3 SMP sedangkan yang paling sedikit adalah remaja yang berkuliah pada semester 7. Hal ini menunjukkan bahwa remaja pengguna FB terbanyak adalah pelajar SMP yang memiliki rentang usia 1115 tahun. Dimana pada usia ini remaja telah memiliki pemikiran operasional formal dan logis. Remaja usia ini juga terdorong untuk memahami dunianya karena tindakan yang dilakukannya serta tidak terlepas dari lingkungan sosial. Dimana hampir semua teman mereka telah menggunakan FB sebagai suatu keharusan maka remaja lainnya juga ikut membuat akun yang sama.

KESIMPULAN
Terdapat  hubungan antara penggunaan situs jejaring sosial dengan perilaku remaja di kota Makassar. Perilaku remaja tersebut dalam bentuk teman mereka bertambah, memperoleh informasi, menambah pengetahuan dan juga menghibur. Namun melalui FB juga, waktu remaja banyak terbuang karena tanpa mereka sadari FB cenderung membuat kecanduan serta lupa waktu meski mayoritas dari mereka menggunakan FB di waktu senggang.

REFERENSI :
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/13111122_1410-3346.pdf




REVIEW JURNAL 4


PERANAN KESEPIAN DAN KECENDERUNGAN INTERNET ADDICTION DISORDER TERHADAP PRESTASI BELAJAR
MAHASISWA UNIVERSITAS GUNADARMA
Didin Mukodim, Ritandiyono, Harumi Ratna Sita
Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma

PENDAHULUAN
            Setiap individu adalah berbeda, dan tidak semuanya dapat menjalin hubungan sosial dengan baik, tanpa rintangan yang berarti. Kegagalan atau hambatan dalam interaksi sosial yang memuaskan
dapat mengakibatkan seseorang merasa terisolasi dan kesepian serta dapat menimbulkan akibat-akibat
yang tidak baik (Weiss dalam Peplau dan Perlman, 1982). Kesepian merupakan kondisi yang tidak menyenangkan, dan berdasarkan pengalaman berhubungan dengan tidak mencukupinya kebutuhan akan bentuk hubungan yang akrab atau intimasi (Sullivan dalam perlman & Peplau, 1982). Sermat (dalam Middlebrook, 1980) berpendapat bahwa kesepian yang dialami oleh seseorang karena aktivitas-aktivitas rutinnya dalam belajar di sekolah maupun di rumah akan mempengaruhi prestasi belajarnya. Ia merasa jenuh dan tidak termotivasi untuk belajar, sehingga prestasi belajarnya menjadi merosot. Adanya perkembangan yang sangat pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu adanya internet, seseorang yang kesepian akan menghabiskan waktunya untuk menjelajahi internet (surfing, browsing, dan lainnya). Mereka menghabiskan perasaan kesepiannya tersebut dengan cara memasuki dunia on-line atau menjelajahi cyberspace selama beberapa jam. Apabila kegiatan untuk bermain internet dilakukan secara berlebihan maka dapat dikatakan tidak wajar.
            Suler dan Young, (1996) menyatakan bahwa beberapa orang mengalami kesulitan untuk mengetahui kapan harus berhenti menggunakan internet, karena adanya aspek sosial, hubungan
secara interpersonal dengan orang lain, yang sedemikian menstimulasi, dan menguntungkan (rewarding and reinforcement). Misalnya saja seorang mahasiswa dari perguruang tinggi terkenal yang memasuki chatroom dan menghabiskan waktu 60 jam seminggunya. Dalam setahun prestasi
belajar untuk matakuliah-matakuliah yang dia ambil merosot dengan tajam. Dia mulai menarik diri
dari teman-temannya di dunia nyata, dan mulai mengeluhkan simptom-simptom beberapa penyakit
yang tidak dapat diidentifikasi oleh para dokter (Young, 1998). Individu-individu tersebut yang apabila memenuhi kriteria diagnostik mengenai internet addiction disorder, akan disebut sebagai individu yang mengalami kecanduan terhadap internet (Goldberg, 1996).


TINJAUAN PUSTAKA

Prestasi Belajar
            Winkel (1987) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidik terhadap proses belajar dan hasil belajar siswa. Penilaian yang dimaksud adalah penilaian yang dilakukan untuk menentukan seberapa jauh proses belajar dan hasil belajar siswa telah sesuai dengan tujuan instruksional yang sudah ditetapkan, baik menurut aspek isi maupun aspek perilaku. Loekmono (1988) berpendapat bahwa prestasi belajar merupakan perwujudan atau aktualisasi dari kemampuan dan usaha belajar siswa dalam waktu tertentu. Nana Sudjana (1992) memberikan pengertian prestasi belajar sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa menerima pengalaman belajarnya. Dengan mengetahui prestasi belajar siswa, guru dapat menyatakan kedudukannya dalam kelas, apakah termasuk siswa yang pandai, sedang, atau kurang. Biasanya prestasi belajar dinyatakan dengan angka, huruf atau kalimat dan dicapai pada periode-periode tertentu.
      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar : Prestasi belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat digolongkan menjadi dua yaitu (Syah 1995, Sudjana 1992): a). Faktor internal, yaitu faktor dari dalam diri siswa yang meliputi kondisi fisiologis dan psikologis siswa. b). Faktor eksternal siswa, yaitu faktor dari luar diri siswa, yang meliputi kondisi lingkungan sosial dan non-sosial.

Kesepian
            Kesepian merupakan kondisi yang tidak menyenangkan, dan berdasarkan pengalaman berhubungan dengan tidak mencukupinya kebutuhan akan bentuk hubungan yang akrab atau intimasi (Sullivan dalam perlman & Peplau, 1982). Sermat (dalam Peplau & Perlman, 1982) berpendapat bahwa kesepian merupakan hasil dari interpretasi dan evaluasi individu terhadap hubungan sosial yang dianggap tidak memuaskan. Orang akan merasa kesepian bila intensitas hubungan social yang diharapkannya tidak sesuai atau kurang dari apa yang merupakan kenyataannya. Sedangkan Peplau
dan Perlman (1982) mendifinisikan kesepian sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan, yang
terjadi ketika hubungan social individu tidak berjalan sesuai yang diharapkannya. Young (dalam
Perlman & Peplau, 1982) menyatakan bahwa kesepian merupakan respon individu atas ketidakhadiran yang dirasa sangat penting dari social reinforcement.
         Karakteristik kesepian adalah Fromm-Reichman, Lopata, dan Young (dalam Yuniarti, 2002) menyebutkan karakteritik kesepian adalah sebagai berikut: tidak terpenuhinya kebutuhan akan keakraban, hasil persepsi dan evaluasi hubungan sosial yang kurang memuaskan, kurang adanya reinforcement sosial.


Kecenderungan Internet Addiction Disorder

       Internet addiction disorder adalah pola penggunaan internet yang maladaptive, yang menghasilkan pengrusakan atau distress secara klinis yang terwujudkan dalam tiga atau lebih kriteria
internet addiction disorder, yang terjadi kapanpun selama 12 bulan yang sama (Goldberg, 1996). Orzack, (1999) mendifinisikan internet addiction disorder sebagai kelainan yang muncul pada orang yang merasa bahwa dunia maya (virtual reality) pada layar komputernya lebih menarik
dari pada dunia kenyataan hidupnya sehari-hari.
     Kriteria diagnostik internet addiction disorder menurut Goldberg (1996) adalah:
1). Toleransi, didifinisikan oleh salah satu dari hal-hal berikut: a). Demi mencapai kepuasan, jumlah waktu penggunaan internet meningkat secara mencolok. b). Kepuasan yang diperoleh dalam menggunakan internet secara terus menerus dalam jumlah waktu yang sama akan menurun secara mencolok, dan untuk memperoleh pengaruh yang sama kuatnya seperti yang sebelumnya, maka pemakai secara berangsur-angsur harus meningkatkan jumlah pemakaian agar tidak terjadi toleransi.
2). Penarikan diri (withdrawal) yang khas. 3). Internet sering digunakan lebih sering atau lebih lama dari yang direncanakan. 4). Terdapat keinginan yang tak mau hilang atau usaha yang gagal dlam mengendalikan penggunaan internet. 5). Menghabiskan banyak waktu dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan penggunaan internet. 6). Kegiatan-kegiatan yang penting dari bidang sosial, pekerjaan, atau rekreasional dihentikan karena penggunaan internet. 7). Penggunaan internet tetap dilakukan walaupun mengetahui adanya masalah-masalah fisik, sosial, pekerjaan, atau psikolgis yang kerap timbul dan kemungkinan besar disebabkan atau diperburuk oleh penggunaan internet.


TEKNIK PENGUMPULAN DATA
            Untuk menjawab hipotesis penelitian, digunakan dua instrumen penelitian yaitu: skala kesepian yang disusun oleh Yuniarti (2002), memiliki 49 item valid, dengan koefisien validitas berkisar 0,6261 sampai 0,9709, dan koefisien reliabilitas 0,9827. Skala Kecenderungan Internet Addiction Disorder disusun berdasarkan kriteria diagnostik internet addiction disorder dari Goldberg, (1996). Skala Kecenderungan Internet Addiction Disorder memiliki 42 item yang valid, dengan koefisien validitas berkisar 0,3039 sampai 0,6414, dan koefisien reliabilitas 0,9323. Selain itu, digunakan pula kuisioner yang berisi sembilan (9) item yang diadaptasi dari Basyuni (2000), untuk mengungkap pola penggunaan internet. Prestasi belajar diungkap dengan melihat indeks prestasi kumulatif mahasiswa, yang merupakan data sekunder.

TEKNIK ANALISIS DATA
            Teknik analisis data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah teknik statistik regresi dan
teknik statistik korelasi.

HASIL PENELITIAN
            Hasil penelitian menunjukkan: 1). Tidak ada hubungan yang signifikan antara kesepian dengan prestasi belajar mahasiswa (r = -0,204 dengan nilai signifikansi 0,078 (p > 0,05)). 2). Tidak ada hubungan yang signifikan antara kecenderungan internet addiction disorder dengan prestasi belajar mahasiswa (r = -0,013 dengan nilai signifikansi 0,909 (p > 0,05)). 3). Tidak ada hubungan yang signifikan antara kesepian dengan kecenderungan internet addiction disorder pada mahasiswa (r = 0,200 dengan nilai signifikansi 0,083 (p > 0,05)). 4). Tidak ada peranan kesepian dan kecenderungan internet addiction disorder yang signifikan terhadap prestasi belajar mahasiswa, (F = 1,611 dengan nilai signifikansi 0,207 (p > 0,05)). Penelitian ini menemukan bahwa variabel kesepian dan kecenderungan internet addiction disorder secara bersama-sama hanya memiliki peranan sebesar 4,20% terhadap prestasi belajar mahasiswa.

KESIMPULAN
            Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada peranan kesepian dan kecenderungan internet addiction disorder yang signifikan terhadap prestasi belajar pada mahasiswa, tidak ada hubungan yang signifikan antara kesepian dengan prestasi belajar pada mahasiswa, tidak ada hubungan yang signifikan antara kecenderungan internet addiction disorder dengan prestasi belajar pada mahasiswa, dan tidak ada hubungan yang signifikan antara kesepian dengan kecenderungan internet addiction disorder pada mahasiswa. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki tingkat kesepian dan kecenderungan internet addiction disorder yang rendah. Ada beberapa kemungkinan yang melatarbelakangi ditolaknya hipotesis, yakni adanya variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa, yaitu faktor internal dan eksternal mahasiswa. Selain itu, masih terdapat kesenjangan digital yang sangat besar di Indonesia, dan kebanyakan mahasiswa menggunakan internet karena adanya faktor pekerjaan, media informasi, sekolah, dan memanfaatkan fasilitas internet lainnya. Jadi mahasiswa menggunakan internet bukan
karena kesepian.

REFERENSI :


 

REVIEW JURNAL 5

PERILAKU ADIKSI GAME-ONLINE DITINJAU DARI EFIKASI DIRI
AKADEMIK DAN KETERAMPILAN SOSIAL PADA
REMAJA DI SURAKARTA
Pradipta Christy Pratiwi, Tri Rejeki Andayani, Nugraha Arif Karyanta
Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

PENDAHULUAN
            Perkembangan teknologi berupa internet memberikan manfaat yang sangat besar bagi kemajuan di segala bidang kehidupan. Hari ke hari internet menyuguhkan banyak penawaran yang menarik, alih-alih menggunakan internet untuk menyelesaikan tugas sekolah atau pekerjaan, kenyataannya banyak yang beralih pada game-online.
            Fenomena perilaku adiksi game-online di Kota Surakarta yang menunjukkan dampak negatif, pencurian oleh empat orang remaja yang nekat mencuri handphone di Boss Seluler, Karangasem, Laweyan, Surakarta karena kecanduan game-online Point Blank. (Wiratno, dalam Joglosemar, 2011). Koordinator Yayasan Sahabat Kapas, Dian Sasmita (Primartantyo, dalam Tempo.Co., 2012) menyatakan bahwa dalam enam bulan pertama di tahun 2012 terdapat tujuh orang remaja yang melakukan pencurian demi bisa bermain game-online. Soetjipto (2007) menyebutkan bahwa adiksi adalah suatu gangguan yang sifatnya kumatkumatan atau kronis, ditandai dengan perbuatan kompulsif yang dilakukan seseorang secara berulang-ulang untuk mendapatkan kepuasan pada aktivitas tertentu. Istilah adiksi juga digunakan untuk menyebut ketergantungan pada permasalahan sosial seperti judi, kompulsif makan, adiksi shopping, bahkan internet khususnya game-online.

LANDASAN TEORI
            Game-online semakin popular dan menarik bagi banyak kalangan dari hari ke hari. Kemenarikan game-online tidak hanya berlaku sesaat tetapi menimbulkan perilaku yang kompulsif bagi penikmatnya. Tingkah laku ini menimbulkan istilah adiksi atau kecanduan. Adiksi adalah suatu gangguan yang bersifat kronis dan kompulsif berulang-ulang untuk memuaskan diri pada aktivitas tertentu (Soetjipto, 2007). Freeman (2008) yang menyampaikan bahwa game-online merupakan permainan yang dimainkan melalui koneksi internet.
            Kecanduan game-online menjadi aktivitas yang paling adiktif di internet. Perilaku adiksi gameonline adalah perilaku yang bersifat kronis dan kompulsif untuk memuaskan diri pada permainan yang dimainkan dengan koneksi internet hingga menimbulkan masalah dalam hidup sehari-hari. Permasalahan yang timbul sifatnya merugikan diri sendiri, meskipun demikian tidak membuat individu berusaha untuk menghentikan atau mengurangi aktivitasnya bermain game-online karena individu merasa sulit untuk keluar atau berhenti memainkan game-online.
            Berdasarkan Teori Belajar Sosial milik Bandura, dapat dikemukakan bahwa efikasi diri
yang rendah akan menimbulkan resiko mengalami adiksi (Amstrong, Philips & Sailing, 2000). Wan & Chiou (2006) yang meneliti remaja Taiwan yang kecanduan game-online menemukan bahwa individu sangat mudah mengalami kecanduan game-online karena mengalami permasalahan dengan efikasi diri dan kesulitan mengontrol diri. Individu yang memiliki efikasi diri akademik yang rendah akan sedikit menghabiskan waktunya pada aktivitas akademik sehingga untuk mencapai kepuasan prestasi, mereka akan menghabiskan waktunya pada aktivitas adiksi sebagai pengalihan ketidakmampuannya dalam bidang akademis, yang sekarang sedang populer dan digemari remaja adalah bermain game-online.
            Young (1996) menemukan bahwa 53% individu yang mengalami kecanduan internet mempunyai permasalahan dalam relasi sosialnya. Memulai relasi di dunia virtual lebih mudah dari pada di kehidupan sosial nyata (Yee, dalam Maagsma, 2008). Melalui dunia virtual, pecandu gameonline dapat menunjukkan kemampuannya yang tidak dapat disalurkan di kehidupan nyata (Yee & Ko, et al., dalam Maagsma, 2008). Pada individu yang memiliki karakteristik kemampuan untuk berinteraksi secara sosial yang rendah atau keterampilan sosialnya buruk akan mengalami permasalahan dalam membentuk dan mempertahankan relasi sosial di dunia nyata sehingga individu tersebut akan beralih pada usaha membangun relasi di dunia virtual melalui game-online. Berdasarkan uraian di atas, maka efikasi diri akademik dan keterampilan sosial yang rendah dari individu dapat mempengaruhi perilaku mengarah pada kecanduan atau adiksi game-online.
            Permasalahan yang ditimbulkan dari kecanduan game-online salah satunya berupa menurunnya prestasi akademik (Yee, 2002). Di Indonesia, pada umumnya remaja masih duduk di bangku sekolah menengah dan setingkatnya (Monks & Haditono, 2006). Hal tersebut membuat prestasi akademik adalah hal yang penting bagi remaja. Remaja mulai berpikir bahwa prestasi di masa remaja akan menentukan keberhasilannya di masa selanjutnya (Santrock, 2008). Keinginan
untuk berprestasi di bidang akademik ditentukan oleh faktor efikasi diri. Baron & Byrne (2004)
menyebutkan keyakinan diri seseorang mengenai kemampuan atau kecakapannya untuk melakukan tugas akademik yang diberikan disebut academic self-efficacy atau efikasi diri akademik.
  
METODE PENELITIAN
            Populasi penelitian ini adalah remaja di Kota Surakarta yang memiliki karakteristik yaitu usia 13-18 tahun (masih duduk di bangku SMP sampai dengan SMA) dan mengalami kecanduan game-online (Young, 2004). Subjek penelitian ini sejumlah 76 remaja yang secara kebetulan di lima game center yang terletak Surakarta. Sampling yang digunakan adalah purposive incidental samping. Instrumen penelitian ini menggunakan Game-online Addiction Test yang mengacu pada Internet Addiction Test (Young, 1998) dengan 17 aitem valid dan reliabilitas 0,802. Skala Efikasi Diri Akademik menggunakan modifikasi dan adaptasi dari College Academic Self Efficacy Scale (Froman & Owen, 1988) dengan 29 aitem valid dan reliabilitas 0,828. Skala Keterampilan Sosial dengan 23 aitem valid dan reliabilitas 0,813. 

HASIL PENELITIAN
            Perhitungan dengan analisis regresi berganda menghasilkan nilai Fhit 10,412 > Ftab 3,114 dan p = 0,000 (p < 0,05) serta R 0,471. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa ada hubungan antara efikasi diri akademik dan keterampilan sosial dengan perilaku adiksi game-online. Arah hubungan kedua variabel prediktor dengan variabel kriterium adalah negatif, dengan nilai rpar x1y = -0,363 (p = 0,001; p < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif antara efikasi diri akademik dengan perilaku adiksi game-online. Nilai rpar x2y = -0,289 (p = 0,012; p < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif antara keterampilan sosial dengan perilaku adiksi game-online. Nilai R square 0,222 berarti efikasi diri akademik dan keterampilan sosial secara bersama-sama memberikan kontribusi 22,2% pada perilaku adiksi game-online. Kontribusi efikasi diri akademik sebanyak 13,5% dan keterampilan sosial 8,7% untuk variabel perilaku adiksi gameonline.


KESIMPULAN
        Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa efikasi diri akademik yang dimiliki subjek penelitian yang rata-rata tergolong tinggi mampu mengurangi keterlibatan seseorang terhadap perilaku adiksi game-online. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku Adiksi Game-online  adalah kontrol diri, motivasi dan kebutuhan psikologis seperti keinginan berkuasa, keinginan berprestasi, kesepian. Frekuensi bermain gameonline juga menjadi penyebab seseorang semakin terikat dan menjadi pecandu.

REFERENSI :
http:// candrajiwa.psikologi.fk.uns.ac.id/index.php/